PILPRES 2024 HARUS MENCERMINKAN PULIHNYA NASIONALISME KEBANGSAAN Penulis : Andi Salim

 


Banyak yang berharap dari idealnya suatu kepemimpinan, kemauan kita seperti itu tentu sah-sah saja untuk disampaikan. Namun segala indikator penentunya harus dicermati, sebab tidak cukup hanya dengan meninggikan keinginan rakyat semata. Dibutuhkan kesabaran yang tinggi dalam melihat korelasi kepemimpinan terhadap politik yang tentu saja rakyat tidak menjadi baper dan harus bisa menerima perubahan yang sedemikian dirasakan lambat, merespon dan menangkap segala kemungkinan yang akan terjadi. Termasuk keinginan masyarakat dalam mengusung Ganjar Prabowo sebagai Presiden dari sederet fakta atas apa yang dialami Jokowi saat beliau diusung, tentu tidak akan sama dengan apa yang dialami oleh Ganjar Pranowo saat ini.


Kita pun harus mengakui bahwa relasi keadaan dari apa yang akan dirasakan oleh Ganjar Pranowo tentu tidak akan serupa dengan apa yang dialami Jokowi sejak di wacanakannya sebagai calon Presiden. Meskipun nanti hasilnya bisa saja sama, namun terdapat skenario lain yang melandasi kepentingan berbeda dari munculnya harapan itu semua. Mendukung Ganjar memang terkait bagi naiknya penerapan sikap bertoleransi ditengah himpitan dan tekanan yang dirasakan oleh komponen nasional kearah intoleransi yang terlihat nyata. Oleh karena beliau mengesankan dirinya yang mampu mengajak banyak elemen masyarakat agar menerapkan sikap toleransi itu kepada suasana berbangsa dan bernegara khususnya diwilayah Pemprov. Jawa Tengah.


Pada peristiwa lain, kita pun harus ingat pula, bahwa apa yang dilakukan oleh Jenderal Dudung Abdurahman merupakan fakta bahwa unsur TNI juga memperlihatkan kemampuannya dalam melakukan upaya bagi surutnya tekanan kelompok intoleransi itu dari gebrakannya yang viral beberapa waktu yang lalu. Hingga kesadaran berpikir masyarakat akan semakin realistis menangkap persoalan ini. Apalagi gerakan intoleransi ini pun masih saja merebak yang justru terlihat nyata ditengah dukungan publik terhadap Jokowi yang menguat kearah hingga 62% saat ini. Artinya, Jokowi tetap saja dinilai masih optimal dibalik isu islamofobia yang sengaja mereka angkat, dimana tujuan atas diangkatnya isu islamofobia ini agar pemerintah melonggarkan ketegasannya sekaligus membiarkan gerakan mereka agar tidak diberangus meski mereka merupakan lawan dari golongan NU dan Muhamadiyah sekalipun.


Memang kita memiliki pengalaman yang kurang sedap atas status Dwi fungsi ABRI yang dulu pernah diterapkan pada era orde baru dimasa lampau. Namun kebutuhan akan peran ketegasan TNI saat ini menjadi hal yang tak terhindarkan pula, bahwa kita masih memerlukan tangan yang kokoh serta memiliki kedisiplinan yang kuat untuk menertibkan suasana publik yang kondusif dari rasa kebangsaan dari nilai-nilai persatuan dalam bingkai NKRI yang kita cintai ini. Walau kita terus menerus menyatakan bahwa jabatan Presiden merupakan wilayah sipil yang harus terjaga untuk tidak boleh di intervensi dari dan oleh kekuatan manapun dan apapun itu. Namun kebutuhan guna melindungi dan memastikan keamanan nasional merupakan wewenang yang disematkan kepada TNI sebagai pengemban amanat dari rakyat seutuhnya.


Ada banyak pertimbangan ketika kita lebih condong untuk mengambil kesepakatan dalam menyingkirkan kelompok intoleransi itu dari bumi pertiwi ini, apalagi melihat situasi intoleransi saat ini yang sudah sangat meresahkan dibalik kelompok-kelompok konservatisme agama yang fanatik dan cenderung semakin ektrem dan berbau radikal. Harapan rakyat pun terobati manakala jenderal Dudung Abdurrahman melakukan penertiban terhadap baliho-baliho liar yang beredar di lingkungan masyarakat beberapa waktu yang lalu. Langkah itu terlihat begitu efektif dalam meredam aksi para intoleransi itu yang menyulut perpecahan ditengah masyarakat saat ini. Fakta ini tentunya menyiratkan bahwa TNI memang mampu mewujudkan itu semua.


Meski pun dipahami, bahwa sosok anti Intoleransi yang saat ini muncul baru sebatas sekelompok orang saja. Akan tetapi, apa yang Ganjar Pranowo lakukan sama pentingnya dengan landasan Perjuangan Gerakan Toleransi Indonesia yang saat ini kami perjuangkan bersama kelompok lainnya. Lalu betapa anehnya jika komponen organisasi ini tidak mendukung beliau, dimana notabenenya sikapnya dianggap searah dengan perjuangan Gerakan Toleransi Indonesia yang kita gadang-gadang saat ini. Tulisan ini sengaja penulis sampaikan demikian, tak lain agar kita mempersiapkan diri dari kemungkinan terburuk atas situasi politik yang selalu dinamis jika sewaktu-waktu dibutuhkan, yang mana mau tidak mau, suka atau tidak suka, bahwa pilihan kita tetap pada siapapun yang merepresentasikan perlawanan terhadap kaum intoleransi tersebut.


Pemenangan kontestasi capres tidak luput dari 3 faktor kekuatan besar yang menjadi basis dalam menentukan kemenangan. Pertama dukungan rakyat secara maksimal agar mendapat suara mayoritas, Kedua dukungan partai yang bersedia memberikan Rekomendasinya terhadap figur yang di inisiasi oleh rakyat, dan Ketiga adalah dukungan logistik guna merealisasikan itu agar terencana secara baik. Disadari bahwa kita hanya memiliki satu atas tiga komponen kekuatan yang disebutkan diatas, yaitu baru sebatas dukungan dari sosok yang di inisiasi rakyat. Dimana dua bagian lain sebagai faktor yang tak kalah pentingnya masih belum terlihat secara nyata. Oleh karenanya kita pun harus siap menggeser ego pribadi masing-masing agar memberikan arus kepentingan lain guna sama-sama memenangkan pilpres 2024 nanti. Sebab bagi penulis, bagaimana pun kubu toleransi kebangsaan ini harus menang sehingga bangsa kita tetap berada pada koridor persatuan dan kesatuan dari kebhinnekaannya.


Mengusung capres tanpa dukungan partai politik merupakan hal yang mustahil. Dibutuhkan respon berpikir yang jernih demi mendapatkan kemajuan setahap demi setahap, agar kita tidak hanya meninggikan ego pribadi dan emosional sepihak saja, sehingga kita menjadi abai dalam mengupas keadaan lain dam mendapati adanya kemungkinan celah kekalahan dari sikap yang kontra produktif tersebut. Alangkah lucunya sikap berpikir semacam itu, jika kita malah menyembunyikan sesuatu hal, dimana seolah-olah kemungkinan lain menjadi tidak akan pernah ada. Padahal dinamika internal partai PDI Perjuangan pun sedang mengalami hal yang pelik dalam menunggu siapa capres yang akan direkomendasikannya. Termasuk terhadap persoalan eksternal partai antara kubu nasionalisme dengan partai-partai yang berbasis agama yang akan menjadi koalisi mereka.


Geo politik saat ini penuh ketidakpastian dibalik momentum politik saat ini. Termasuk pada faktor yang disebabkan Global Climate Change, perang Rusia dengan Ukraina yang mengakibatkan Krisis pangan dunia, atau naiknya pandemi Covid-19 yang masih terus membayang-bayangi perekonomian Indonesia. Maka faktor kepemimpinan Indonesia kedepan harus mampu merespon pada sisi stabilitas pangan dan kemampuan pendayagunaan infrastruktur yang telah terbangun, termasuk pelayanan publik pada kesiapan atas masuknya investor asing ke depan, serta daya saing BUMN yang diharapkan semakin handal, atau upaya menurunkan komoditi import pangan dari swasembada lokal yang terbangun nantinya. Jika sudah begini, ego kita yang mana lagi yang perlu di tonjolkan. Sebab yang dibutuhkan saat ini adalah rembuk nasional guna mencapai titik keseimbangan dari kepentingan bersama tentunya.


Semoga tulisan ini bermanfaat.

#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

https://www.facebook.com/groups/402622497916418/?ref=share

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TELKOM SINGLE INVOICE

SETTING FAX ONT F660 ZTE