AKIBAT AMANDEMEN UUD45 MEMUNCULKAN RIVALITAS CAPRES INDONESIA ASLI VERSUS NON PRIBUMI Penulis : Andi Salim



Jika anda berpendapat bahwa pertarungan Pilpres 2024 yang akan datang sebagai kontestasi antara Khilafah dengan Pancasila sebagaimana yang disampaikan oleh Hendro Priyono, rasanya mungkin kopi anda kurang kental, dan begitu pula jika ada yang berpikir bahwa kontestasi pilpres nanti terjadi antara kubu Nasionalisme versus Kubu Agama pun masih jauh dari Prediksi atas pengamatan dari perkembangannya saat ini, apalagi sekedar mewacanakan bahwa pertarungan tersebut hanya sebatas kaum Intoleran melawan kelompok Nasionalisme, muslim versus non muslim dan lain sebagainya, hal itu semakin dianggap melenceng yang bisa disimpulkan bahwa posisi ngopi anda saat ini dirasakan kurang jauh hingga perlu bergeser ke sudut-sudut wilayah negeri katulistiwa yang kita miliki. 


Sebab memang demikianlah faktanya. Bahwa UUD45 yang pernah 4 kali diamandemen semasa Amin Rais menjadi Ketua MPR, menjadi penyebab ikutnya Non Pribumi sebagai calon Presiden, dimana sebelumnya disebutkan bahwa hanya mereka yang asli saja yang boleh dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai Capres, sehingga kata "Asli" yang telah dihapuskan tersebut menjadi pintu masuk bagi Non Pribumi untuk ikut kontestasi Pilpres sebagaimana saat ini. Walau Pakar hukum tata negara Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari pernah mempertanyakan keberadaan draf amandemen Undang-undang Dasar atau UUD 1945 yang pernah disusun di era  Ketua MPR Amien Rais saat itu. Namun faktanya UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan, yang dimulai sejak 1999 hingga 2002.


Maka menjadi tidak heran jika kita dapati saat ini bahwa Anis Baswedan yang merupakan keturunan Arab Yaman pun dapat ikut dalam gelombang kontestasi yang akan diperhelatkan sebagai pesta rakyat itu guna menemukan pemimpin nasional untuk periode 2024-2029 setelah era jokowi berakhir. Sehingga pertarungan Pilpres 2024 yang akan datang, praktis terjadinya saling berhadapan antara calon yang datangnya dari putra-putri asli bangsa ini, melawan keturunan bangsa pendatang. Walau status Anis Baswedan tersebut memang menjadi warga negara Indonesia layaknya etnis asal Arab, China, Belanda dan bangsa lain yang telah terdaftar sebagai WNI, namun beliau bukanlah penduduk asli bangsa ini. Akan tetapi peluang atas amandemen UUD45 menjadi kesempatan yang terbuka untuknya.


Persoalan menjadi tidak sesederhana yang kita bayangkan, bahwa pendidikan Pancasila yang dahulu pernah dirujuk sebagaimana Pasal 35 UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tertuang bahwa, Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan; dan Bahasa Indonesia. Faktanya malah menjadi mata pelajaran yang dipisahkan. Hal itu dapat dilihat dalam penerapan PP 57/2021 dimana Pasal 40 angka (3) tidak lagi memuat Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran atau mata kuliah wajib khususnya di perguruan tinggi, sebagaimana ungkapan Satriwan salim yang merupakan Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Sekaligus Wakil Ketua Umum Asosiasi Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AGPPKnI).


Kita pun masih banyak menyaksikan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pendalaman mengenai kaidah Pancasila oleh karena tingkat pendidikan yang mayoritas rata-rata masih sebatas pemdidikan dasar dan menengah. Sehingga wawasan kebangsaan dan kedudukannya sebagai warga negara masih rentan disusupi oleh ideologi lain selain Pancasila. Apalagi ajakan kepada upaya menggantikan Pancasila dengan Ideologi Khilafah yang dijejalkan kepada mereka dibalik mayoritas muslim sebagai penganutnya. Walau hal itu mendapat pertentangan oleh penyebaran golongan Ahlus sunnah wal jamaah sebagaimana Nu dan Muhammadiyah. Namun masyarakat justru banyak yang menjadi terkecoh oleh karena sulitnya membedakan golongan mana yang mempertegas perbedaan atas beberapa golongan tersebut. 


Walau dalam hal itu, golongan Islam Nasionalis acapkali menyuarakan pentingnya pondasi kebangsaan dan keutuhan NKRI melalui semboyannya "Hubbul Wathon Minnal Iman", akan tetapi penelaahan akan pentingnya ukhwah Islamiyah yang menuju pada upaya ummatan wasathan yang diartikan sebagai wujud umat Islam terbaik dan merupakan umat pilihan dengan menjunjung azas keadilan serta umat yang berkeseimbangan dalam kehidupan, adalah bagian yang tidak dapat dipungkiri, betapa gerakan ini menjadi haluan bagi islam seutuhnya. Sehingga kelangsungan akan pentingnya bernegara dirasakan tercecer, termasuk atas lemahnya upaya negara untuk hadir dalam konteks memperkuat sikap nasionalisme berbangsa ditengah masyarakat kita. Sehingga pilar-pilar bangsa mulai tergoyahkan akibat labilnya Nation State dimana semestinya 4 pilar itu dipancangkan.


Celah inilah yang dimanfaatkan oleh pihak pengusung khilafah tersebut untuk menghadirkan konsep baru bagi kebangkitan golongan yang sebenarnya tak satu pun negara didunia ini menggunakan konsep Khilafah ini kedalam sistem negaranya, terutama oleh negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Hal itu sebagaimana yang diungkapkan oleh  saudara Islah Bahrawi yang disampaikannya dalam berbagai kesempatan. Maka, demi mewujudkan itu, termasuk pada pertimbangan bahwa negara Indonesia yang berlandaskan demokrasi dalam arti membuka kesempatan bagi mereka untuk menjejalkan ideologi mereka tersebut, dengan cara memasuki celah konstitusi yang terbuka lebar dengan mendirikan partai politik dan organisasi-organisasi diluar komponen Aswaja guna menggalang masyarakat dalam memenangkan calon Presiden yang akan mereka usung.


Tentu saja apa yang menjadi tujuan mereka mendapat banyak pertentangan, terutama dari kaum budayawan yang terancam eksistensi keberadaannya, apalagi dari pemberitaan viral atas diharamkannya sesajen dan eksistensi pewayangan oleh beberapa penceramah dari golongan mereka yang bernuansa Intoleransi, disamping kelompok Nasionalisme dan kubu non muslim yang tidak tinggal diam guna mengembalikan Pancasila yang terlanjur menjadi sasarannya untuk digeser atau digantikan. Dari fakta diatas, semestinya kita semua menjadi terkonfirmasi dan jelas, bahwa pencapresan 2024 yang akan datang bukan sekedar hadirnya sikap Intoleransi publik sebagai wujud iklim politik identitas yang kotor, namun sekaligus menjadi titik final apakah bangsa kita masih mencintai negeri ini untuk tetap netral dalam posisinya yang menampung semua perbedaan yang ada.


Semoga tulisan ini bermanfaat.

#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

https://www.facebook.com/groups/402622497916418/?ref=share

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TELKOM SINGLE INVOICE

SETTING FAX ONT F660 ZTE