MEMELUK KESETIAAN TERHADAP KEDAULATAN IDEOLOGI NEGARA Penulis : Andi Salim



Siapa yang memusuhi negara ini tentu menjadi musuh kita, dan siapa yang mencintai bangsa ini tentu pula menjadi saudara kita. Dan siapa-siapa yang merawat persatuan dan kesatuannya adalah bagian dari keluarga ideologis kita semua. Itulah bentuk kesetiaan warga bangsa terhadap sisi manapun demi merajut kerukunan yang harmonis untuk menyatakan bahwa tumpah darah yang satu adalah tumpah darahnya segenap bangsa Indonesia seutuhnya. Sehingga, tidak ada luka yang menganga kecuali kita merasakannya secara bersama, termasuk tidak ada pula kedukaan yang bisa dirasakan sepihak, kecuali kita pun turut berbela sungkawa atas kejadian musibah apapun serta dimana pun saudara-saudara kita berada.


Cinta tidak datang dari wujud saling mengenal, oleh karena sepaham terhadap kedudukan dan fungsi saja mampu menjadikan rasa itu sama. Sayang pun tidak serta merta menuntut kita saling berdekatan. Sebab, sekalipun kita berjauhan rasa sayang itu tetap bisa terjalin melalui komunikasi yang harmonis demi menampakkan bahwa rasa perduli itu datang dari lubuk hati yang terdalam. Bahkan persaudaraan yang semestinya mengalir dari tetesan darah yang sama, kini tergantikan oleh sikap saling memperhatikan antara satu dengan lainnya. Sehingga persaudaraan menjadi terasa lebih dekat dan akurat. Bahkan sentuhannya cinta, kasih sayang dan persaudaraan itu lebih terasa sensitif dalam banyak kenangan dan kebersamaan di dunia maya saat ini.


Kecintaan dan kasih sayang bahkan bisa melintasi sekat kurun waktu yang terjadi. Sebab sekalipun para pihak tidak hidup dalam waktu yang sama, akan tetapi jalinan cinta dan kasih sayang dapat tumbuh walau tanpa landasan ikatan saling memiliki untuk menambatkan antara satu dengan lainnya. Pesan-pesan kebaikan dan loyalitas hubungan itu dapat terbentuk dari estafet sebuah pemikiran, bahwa kecintaan dan kasih sayang itu tidak membutuhkan alasan yang rumit dan sembelit. Segala pokok-pokok pikiran dari pihak yang telah lebih dahulu meninggalkan kita, tentu tertanam kuat dibenak siapa saja yang mencintai dan menyayanginya. Termasuk pada pemahaman apa yang melandasi sikap dan kepribadian diri selama masa hidupnya.


Lantas, bagaimana mencintai Negeri ini yang memang terkesan layaknya bangsa lain, dimana negara ini hanya terdiri dari batasan teritorial dan lembaran-lembaran pengakuan kedaulatan atas kemerdekaan yang diraihnya sebagaimana telah diproklamasikan oleh para pejuang kemerdekaannya. Namun ketahuilah bahwa dibalik berdirinya NKRI ini, tentu banyak tersimpan kekayaan dan nilai-nilai seni serta budaya yang sungguh tak terhingga nilainya, termasuk sederet tokoh-tokoh yang layak untuk dicintai dan disayangi atas curahan darah dan peluh para pejuangnya untuk diketahui oleh generasi sekarang yang sekarang menerima warisan mereka, agar mampu mengenalnya secara baik. Sehingga setiap detail apapun yang ada pada keadaan bangsa ini tentu saja tidak sama dengan apa yang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia. 


Inilah sebuah manifestasi bangsa yang terwujud dari sebuah fakta kebhinnekaannya. Berbagai keunikan menampakkan bahwa Indonesia sungguh sangat berbeda dari bangsa manapun. Perkara penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Jepang, Inggris, dan Portugis sebagai penindas yang datang dari luar pun tak mampu meruntuhkannya. Ditambah lagi sederet rong-rongan yang datang dari dalam sebagai pemberontakan yang timbul dari bangsanya sendiri pun tak juga mampu meluluh-lantakkannya pula. Bahkan dari sisi ekonomi, bangsa ini pernah diguncang oleh krisis moneter pada tahun 1998, namun faktanya badai itu pun telah berlalu begitu saja, dimana Indonesia malah bangkit yang seolah-olah masih siap bertarung tanpa mengindahkan luka-luka yang pernah menyayatnya.


Kini, Pancasila sebagai Ideologi negara itu masih terus di coba untuk diguncang oleh gerakan segelintir orang yang melihat celah dari sisi keyakinan atas ideologi personal melalui naiknya fanatisme beragama yang ekstrem dan radikal untuk dihadapkan dengan ideologi warga bangsanya. Sehingga wabah intoleransi merebak bak jamur di musim hujan. Tantangannya tak lain, bahwa pertahanan budaya pun seakan-akan surut, dimana seni dan tradisinya tidak lagi mencerminkan ciri khas kedaerahannya. Etniknya yang unik seolah-olah ingin diseragamkan agar nasionalisme bangsanya menjadi pudar. Bahkan pemimpin negerinya tidak saja di kritik, namun atas nama kebebasan berpendapat mereka terlihat begitu menghina,  mencibir bahkan menyebarkan berbagai fitnahnya. 


Namun apakah eksistensi bangsa ini akan berakhir, tentu saja tidak. Walau peran serta mereka telah menyusup kedalam sendi-sendi politik tanah air, dan membangun jaringan persaudaraan se-iman demi mengikat tali keterkaitan antara pribumi dan non pribumi, Sehingga dari kekompakkannya itu, mereka telah memenangkan Pilkada DKI Jakarta yang berakhir beberapa saat yang lalu, akan tetapi hal itu tidak akan terjadi lagi pada spektrum yang lebih luas, yaitu ditingkat pemimpin nasional yang sebentar lagi diperhelatkan. Kekalahan Nasionalisme kebangsaan dibeberapa daerah hanya dari persoalan terlenanya warga bangsa yang tidak fokus pada tujuan berbangsa dan bernegara. Sehingga mereka terkesan bebas melakukan apa saja meskipun sebenarnya mereka adalah bangsa pendatang.


Maka, ketika warga bangsa ini terjaga, tentu saja menjadi "eling lan waspodo" bahwa negeri ini sedang membutuhkan kesetiaan dari rakyatnya agar jeratan pihak lain yang menyandera kemerdekaannya itu segera dilawan. Terbukti, pernyataan islam Nusantara yang di kumandangkan oleh NU menjadi fakta bahwa kehadiran Islam Nusantara menjadi penengah ketika terjadi konflik perbedaan keberagaman. Dengan polanya yang bersifat kultural dengan karakter yang lebih plural dan toleran, sekalipun didalam agama Islam sendiri ada begitu banyak golongan atau organisasi masyarakat Islam lainnya. Islam Nusantara memberikan kedamaian karena Indonesia adalah Nusantara yang memiliki kultur toleran dan berdampingan ditengah perbedaan yang semestinya diakui semua golongan.


Sebab bangsa ini pun telah melengkapi dirinya melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi lambang negara serta tertulis pada Garuda Pancasila. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi gambaran persatuan dan kesatuan bangsa serta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepedulian warga bangsa ini pun akan diuji pada momentum pilpres 2024 yang akan datang, kepada siapa pilihan masyarakat akan ditentukan. Sebab naiknya capres yang notabenenya dari golongan agama, akan berhadapan dengan figur Nasionalisme kebangsaan sebagaimana dideklarasikan oleh Megawati kemarin. Tentu saja pulihnya kesadaran masyarakat kali ini akan kembali mengusik pentingnya menjaga keutuhan bangsa dan negara ini sesungguhnya.


Semoga tulisan ini bermanfaat.

#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

https://www.facebook.com/groups/402622497916418/?ref=share

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TELKOM SINGLE INVOICE

SETTING FAX ONT F660 ZTE