BAGAIMANA MEMBONGKAR KASUS KORUPSI OLEH OKNUM KEMENKEU Penulis : Andi Salim

Pelaku korupsi sering menjadi sulit terungkap oleh karena pelakunya jarang melakukan aksinya secara sendirian. Sebab birokrasi sering menjadi penghalang terhadap peluang melakukan tindak pidana korupsi. 

Celah korupsi hanya bisa dilakukan dari mata rantai yang terbuka bagi pelakunya guna melancarkan aksinya yang dikondisikan secara khusus untuk mengesankan bahwa apa yang dikerjakannya terkesan tampak wajar, walau terdapat beberapa pihak atau oknum lain yang menyertai perbuatan tersebut. Menelusuri perbuatan korupsi tidak saja dilihat pada bagian hilir namun perlu pula menelaah lebih dalam dari sisi hulu yang sering kita dengar dengan istilah follow the money, dimana cara ini mengikuti jejak-jejak yang ditinggalkan dari arus uang atau atau transaksi yang pernah terjadi. Strategi follow the money lebih mendahulukan untuk menemukan sumber aliran uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil suatu tindak pidana dibandingkan dengan mendengarkan pengakuan pelaku kejahatannya. 

Kejahatan korupsi bisa terjadi dari suatu aturan yang ketat namun bisa pula dari sebuah kebijakan yang terkesan longgar, akan tetapi pemberlakuan terhadap kemudahan suatu kebijakan, sering disertai syarat-syarat khusus bagi siapa saja yang ingin menikmatinya. Penerapan kebijakan semacam ini acap kali menimbulkan dampak bagi terbukanya suatu celah guna melancarkan aksi untuk memperoleh keuntungan ditengah gelombang antrian pihak-pihak yang ingin memperoleh kemudahan terhadap pemberlakuan suatu kebijakan. Sekalipun harus melalui proses yang menyimpang. Masyarakat tentu masih ingat ketika pemerintah memberlakukan kebijakan pengampunan Pajak atau Tax Amnesty untuk menghapus pajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak atau badan usaha dengan cara mengungkapkan harta serta membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak agar setiap WP melaporkan harta yang selama ini tidak dilaporkan. 

Maka, pemberlakuan kebijakan Tax Amnesty menjadi peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan keringanan pajak, sekaligus menjadi sarana pemerintah guna meningkatkan pendapatan dari sektor perolehan pajak atas pembayaran tunggakan wajib pajak terhadap negara. Namun, hal ini sekaligus menjadi peluang cawe-cawe bagi setiap penagih pajak yang bersentuhan secara langsung dengan para WP yang selama menunggak pajaknya.

 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pelaksanaan pengampuan pajak atau Tax Amnesty yang berakhir pada Jumat tanggal 31/03/2017 lalu yang di cut off pukul 24.00 telah berlangsung cukup baik. Penerimaan pajak dari berlakunya Tax Amnesty itu mencapai Rp130 Triliun, dimana deklarasi atas laporan harta WP yang mencapai Rp 4.813,4 triliun, sedangkan harta repatriasi mencapai Rp 46 Triliun. Sehingga dari sisi angka tebusan dan jumlah harta yang dideklarasikan, saya terasa begitu sangat besar jumlahnya. Para penunggak pajak besar sebagian telah ikut program ini. Jumlah yang melaporkan pun terlihat signifikan bila dibandingkan dari sebelumnya. Tax Amnesty ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, program ini pernah diterapkan era kepemimpinan Soekarno sebagai Kepala Negara di Indonesia dengan berlandaskan kebijakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1964 Tentang Peraturan Pengampunan Pajak. Adapun Tax Amnesty yang diberlakukan pada tahun 2016 untuk menampung pelaporan harta WP hingga tahun 2015 agar segera dilaporkan dalam program tax amnesty ini.

 Maka pemberlakuan kebijakan Tax Amnesty jilid II diperuntukkan hanya bagi wajib pajak orang pribadi. Dasarnya pengenaannya adalah harta perolehan pada tahun 2016 hingga tahun 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan selama kurun waktu tersebut. Sehingga Kementerian keuangan tidak perlu lagi tersandera atas tunggakan pajak sebelum dan dalam masa tagihan pajak hingga tahun 2020 lalu. Walau proses penagihan pajak telah diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU nomor 19 tahun 1997 sebagaimana perubahan terakhir pada UU nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) diberlakukan, namun tetap saja tunggakan pajak terhadap negara itu terjadi. 

 Terkait hebohnya persoalan yang menerpa Kementerian Keuangan, dimana hal itu bermula atas terjadinya kasus penganiaan yang dilakukan oleh tersangka MDS terhadap David yang mendatanginya dengan menggunakan Jeep Rubicon, hingga berujung pada sorotan netizen atas harta kekayaan orang tuanya yaitu Rafael Alun Trisambodo yang bertugas di dirjen pajak dengan status eselon III. Dimana dalam LHKPN, Rafael Alun mencatatkan total harta kekayaannya yang sebagian berasal dari hibah tanpa akta. Hingga harta kekayaan atas tanah dan bangunan mencapai Rp 51,93 miliar. Sontak saja publik tidak percaya begitu saja, apalagi rumor bahwa selama ini masyarakat pun tak jarang melihat jika setiap pegawai pajak sering hidup berkecukupan hingga tak sedikit pula yang menyebutkan bahwa mereka yang bekerja di dirjen pajak itu distatuskan sebagai ladang basah. 

 Mengutip pemberitaan CNN Indonesia tertanggal 28/12/2021 menyebutkan jika Program Pengungkapan Pajak Sukarela (PPS) atau Amnesti Pajak (Tax Amnesty) Jilid II yang menghapuskan sanksi administratif sebesar 200 persen dari pajak yang dibayarkan, apabila wajib pajak mengungkapkan hartanya selama periode 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Selain membebaskan pidana terhadap penunggak pajak yang ikut program ini, kebijakan kedua dalam program tax amnesty ini berlaku bagi wajib pajak yang belum pernah melaporkan kekayaan yang diperoleh pad 2016-2020 dan belum dilaporkan selama SPT 2020. Maka wajib pajak diberikan kesempatan dengan tarif PPh Final termasuk harta yang diluar negeri namun tidak direpatriasi ke dalam negeri sekalipun. Jika penghapusan sanksi hingga 200 persen, tidakkah para oknum cawe-cawe pajak itu menjadi leluasa dalam melakukan negosiasi dengan pihak WP yang menunggak pajaknya. 

Sehingga bukan saja setoran ke kas negara yang dikorbankan pada perolehan angka yang minimal, namun pihak WP pun disinyalir mendapatkan pengampunan dengan pembebanan komisi atas pelayanan yang mereka berikan. Sehingga rasio angka pengampunan pajak yang diterima WP akan menjadi bagian yang dititipkan kepada pihak WP untuk ditransaksikan sebagai nilai yang dipungut oleh oknum tersebut pasca penyelesaian hutang pajak WP yang dikerjakannya. Pengusutan kejahatan yang dilakukan oknum petugas pajak ini bisa terungkap dari siapa yang menangani WP penunggak pajak yang besar, hal itu demi menyandingkan antara seberapa besar pengeluaran dana dari pihak WP yang menunggak serta penerimaan kas negara dari setoran WP tersebut. 

 Selanjutnya mereview nomor rekening yang bersangkutan kepada pihak PPATK guna melacak transaksi yang terkait dengan penyelesaian pajaknya sekaligus melakukan klarifikasi ulang dengan strategi Follow The Money dari bagaimana cara dirinya membayar, kapan waktu pelaksanaannya, serta dengan cara apa mereka melakukan pembayarannya. Disamping itu, negara harus mengusut setiap pejabatnya yang memiliki kekayaan harta yang tidak wajar serta melakukan audit pengungkapan terbalik sebagaimana yang tertera di LHKPN dan LHKASN demi membangun kepercayaan setiap lembaga dan institusi negara agar mereka memperoleh pengakuan kredibilitas dan integritas yang terjaga dimata masyarakat. Sebab, bukan tidak mungkin kementerian dan lembaga lain pun terjadi hal yang sama, oleh karena lemahnya institusi pengawasan yang melekat di setiap institusi tersebut. 


 Semoga tulisan ini bermanfaat. #jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏 https://www.facebook.com/groups/402622497916418/?ref=share

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TELKOM SINGLE INVOICE

SETTING FAX ONT F660 ZTE