Kasus Suap,Siapa Korban dan Penjahatnya ?


Pada tanggal 3 Mei 2012 dilakukan gelar perkara di Semarang atas tersangka kasus penipuan lowongan kerja fiktif PT Indosat. Tersangka adalah seorang ibu rumah tangga, MG berusia 28 tahun. MG mengakui ide melakukan penipuan ini berawal dari SMS yg nyasar ke HPnya dan kemudian disampaikan ke tetangga dan teman-temanya. Dari kabar burung tersebut, banyak orang berdatangan dan percaya pada janji MG,
 yang mengaku bisa memasukan para korban ke Indosat tanpa tes dengan hanya menyerahkan sejumlah uang. Hanya dalam waktu 6 bulan MG berhasil menjaring puluhan korban dengan total uang 50 juta lebih. Ketika janji tersebut tidak terealisasi para korban melapor ke Mapolrestabes Semarang dan menuntut penangkapan MG karena telah membuat korban mengalami kerugian baik materi maupun moral. Polisi kemudian memang menangkapnya dan MG pun mengakui perbuatannya.
Sebenarnya kasus seperti ini sudah sering terjadi, biasanya yg lebih heboh jika terkait kasus penipuan atau calo PNS, yang terkait uang ratusan juta rupiah. Ketika membaca berita seperti ini dimana media sering memojokkan si calo atau penipu, sebenarnya saya kurang setuju. Kasus penipuan yang terkait lowongan pekerjaan mempunyai perbedaan yang mendasar dengan penipuan-penipuan lain, misalkan penipuan berkedok pemberian hadiah, gendam, dll, dimana penipu memang berniat menipu sedangkan si korban sama sekali tidak menyadari bahwa ia sudah terjerat tipuan tersebut. Kasus penipuan terkait pekerjaan seperti ini lebih cocok disebut sebagai perbuatan suap, entah itu terkait dengan PNS atau swasta. Hal ini karena ke dua belah pihak awalnya adalah orang-orang yang sepaham dan bersepakat untuk bekerja sama demi mendapatkan keuntungan masing-masing. Sebuah simbiosis mutualisme, walopun dalam perbuatan yang salah. Pada awal kejadian, pihak yang menyerahkan uang, dalam hal ini biasanya nanti disebut korban penipuan, dengan sadar menyerahkan sejumlah uang kepada pihak penipu, yang nanti disebut sebagai penjahat, agar mendapatkan pekerjaan atau posisi yang ia inginkan. Adanya uang ini mengindikasikan bahwa seharusnya posisi tersebut bukan HAK nya. Artinya, jikalau perjanjian ini berhasil maka kedua belah pihak akan saling diam, saling berterima kasih dan semua akan bahagia. Pihak pembayar akan mendapatkan posisi pekerjaan yang diinginkan, yg sekali lagi, seharusnya bukan HAK nya dan si calo akan mendapatkan uang yang dijanjikan. Tidak akan muncul laporan di kepolisian dan tidak akan muncul istilah korban dan penipu. Korban yang sebenarnya dalam kondisi ini, adalah orang yang seharusnya berHAK atas posisi pekerjaan tersebut, namun karena dia tidak membayar, maka dia disingkirkan.
Ternyata, kenyataan tak seindah harapan. Si calo kabur dan posisi pekerjaan yg dijanjikan tidak terealisasi. Maka mereka berbondong-bondong ke kantor polisi melapor menjadi korban penipuan. Bagi saya ini sungguh ironis. Mengapa mereka tidak peka dan sensitive terhadap perilaku mereka sendiri. Bukankah apa yang dialami sekarang ini merupakan buah dari perjanjian terlarang yang sama-sama disepakati dengan si penipu ? Saya setuju bahwa si penipu harus dihukum sesuai kesalahanya, karena bagaimanapun dia sudah menggunakan harta milik orang lain tidak semestinya, tapi bukankah orang yg menyerahkan uang, yg saat ini mengaku korban, juga tidak kalah buruk perbuatanya, yang mengesampingkan hati nurani, mencari jalan pintas, demi mendapatkan keinginanya. Dalam kasus suap menyuap sudah sepantasnya kalo si penerima dan pemberi harusnya diberi hukuman setimpal.
Berkaca pada UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dijelaskan bahwa antara penyuap dan penerima suap adalah sama sebagai tindakan pelanggaran terhadap hukum.
Pasal 1
Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam undang-undang ini adalah tindak pidana suap di luar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
Pasal 2
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk
supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan
kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap
dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000,-
(lima belasjuta rupiah).
Pasal 3
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa
pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000.- (lima belas juta rupiah).
Pasal 5
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan
Jadi jelas disini bahwa seharusnya Kepolisian tidak hanya memproses kasus hanya pada si penipu saja tapi juga kepada para penyuap, karena kedua belah pihak adalah partner of crime, sehingga di sini tidak ada istilah penipu dan korban penipuan, yang ada hanyalah kasus penyuap vs penipu.
DIunduh dari Google

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TELKOM SINGLE INVOICE

SETTING FAX ONT F660 ZTE